Kisruh PPDB, Negara Gagal Penuhi Pendidikan. Oleh: Ninik Purwanti, Pemerhati Sosial.
PPDB dengan aturan zonasi usia dianggap sebagai bentuk ketidakadilan.
Kebijakan ini dinilai tidak memberikan akses pendidikan yang adil dan terbuka bagi seluruh calon siswa.
Menurut Dinas Pendidikan DKI Jakarta, seleksi PPDB semacam ini berlandaskan pada Permendikbud No 44 tahun 2019. Kebijakan bau kencur yang baru lahir 11 Mei lalu ini diperparah dengan kondisi di mana sekolah swasta yang dinilai bagus sudah menutup pendaftarannya.
Kebijakan ini telah menunjukkan ketidakmampuan pemerintah memberikan pendidikan yang merata bagi seluruh rakyatnya.
Selain itu, zonasi usia memperparah beban orang tua. Di tengah pandemi virus corona, beban orang tua kian bertambah. Sebelumnya, kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) memaksa orang tua agar bisa menjadi guru sekolah untuk anaknya. Tanpa memperhatikan kemampuan yang terbatas, misal karena kurang berpendidikan, mengajar di sisa waktu mengurus rumah tangga dan ketersediaan kuota internet yang tidak ditopang pemerintah. Belum lagi uang sekolah yang harus tetap dibayarkan.
Kebijakan zonasi usia tidak menjadi solusi atas semrawutnya pendidikan di Indonesia. Justru menciptakan bentuk diskriminasi baru bagi para peserta didik demi memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.
Potret buruk pendidikan yg tidak berkesudahan, dikarenakan adanya sistem sekulerisme, yang memisahkan agama dari kehidupan, agama dianggap hanya untuk beribadah saja, dan dikesampingkan untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Sehingga terbukti gagal dalam memenuhi pendidikan yang berkualitas dan memadai.
Lain halnya dengan Islam. Pendidikan di dalam Islam merupakan kebutuhan mendasar bagi seluruh warganya. Pendidikan adalah hal yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas hidup suatu bangsa berkaitan erat dengan peningkatan kualitas pendidikan warga negaranya.
Islam betul-betul memahami hakikat pendidikan yang membutuhkan upaya sadar dan terstruktur serta sistematis untuk menyukseskan misi penciptaan manusia. Artinya, negara benar-benar hadir untuk menyelenggarakan pendidikan yang merata.
Sistem Islam menyiapkan para pengajar yang tidak hanya mampu mencerdaskan muridnya dengan ilmu pengetahuan, namun dihiasi dengan adab mulia dan pengokohan akidah. Islam telah mampu memboyong IPTEK menuju kejayaannya, era digdaya. Terbukti dengan terlahirnya banyak ilmuwan dan penemu yang hingga kini hasil karyanya bisa kita nikmati.
Sistem Islam juga melahirkan banyak lembaga pendidikan yang menjadi pusat studi dan kajian. Tanpa mendiskriminasi para pembelajarnya dengan batasan agama, ras, warna kulit, apalagi hanya persoalan lokasi dan usia. Selama menjadi warga, maka negara akan bertanggung jawab untuk memfasilitasi pendidikan merata bagi seluruh warga negara.
Tentu kita sangat merindukan sistem pendidikan yang seperti ini. Maka, tinggal kita memilih akankah setia dengan sistem pendidikan kapitalistik-sekuler yang dikriminatif? Atau memilih sistem pendidikan Islam yang telah diajarkan oleh insan mulia, baginda Rasulullah Saw beserta para sahabatnya
Wallahu a’lam bish-shawab.